Pasar modal atau bursa efek sudah hadir di Indonesia sejak tahun 1912 dengan berdirinya Bataviasche Beurs. Pasar modal ini hadir untuk memfasilitasi kepentingan pemerintah kolonial Hindia Belanda atau VOC1.
Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC didirikan pada 16022, adalah perusahaan multinasional pertama di dunia. VOC pada masa jayanya adalah perusahaan terkemuka dengan kewenangan istimewa mirip negara. VOC boleh membentuk tentara, punya mata uang sendiri, hingga bisa menyatakan perang dengan negara lain. Saham VOC dimiliki oleh banyak orang, termasuk ibu rumah tangga hingga pensiunan3.
Selama Perang Dunia I (1914-1918), bursa ini ditutup.
Bursa efek dibuka kembali pada tahun 1925, bersamaan dengan dibukanya bursa efek di Semarang dan Surabaya. Ketiga bursa ini ditutup kembali pada masa Perang Dunia II (1942-1952).
Pada tahun 1952, berdasarkan penerbitan Undang-undang Darurat Pasar Modal, pemerintah membuka kembali bursa efek pada masa Mentri Keuangan Sumitro Djojohadikusumo.
Pada tahun 1956, bursa efek ini dinasionalisasi dari perusahaan Belanda yang semula menyelenggarakannya.
Pada 1977 di bawah pengawasan Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal).
Pada 1989 sempat beroperasi Bursa Efek Surabaya (BES) namun kemudian digabungkan dengan Bursa Efek Jakarta pada 2007 sehingga menjadi Bursa Efek Indonesia hingga saat ini.
Diterbitkan: 16 Sep 2024—Diperbarui: 13 Oct 2025
