Statistik mengatakan 95% trader kehilangan uang di pasar saham. Hanya 5% yang untung.

Saya pernah iseng melakukan survei informal kepada beberapa investor di beberapa forum investasi, misalnya: Sekolah Pasar Modal yang diadakan BEI, training analisa saham yang diadakan oleh sekuritas, dan terakhir di Investor Summit beberapa waktu lalu. Pertanyaan saya pada mereka cukup sederhana, “Berapa persen per tahun rata-rata keuntungan saham Anda?”

Sebuah pertanyaan yang mirip pernah saya utarakan pada beberapa investor yang menyatakan dirinya aktif sebagai trader, artinya aktivitas jual/beli sahamnya dalam horizon jangka pendek karena bertujuan mengambil keuntungan dari pergerakan harga. Tentu saya berusaha berpikiran terbuka. Apakah teknik jangka pendek seperti ini menguntungkan dalam jangka panjang? Bila ada bukti, saya tentu akan berusaha mempelajari teknik ini. Pertanyaan saya juga singkat, “Bila menggunakan teknik jangka pendek trading, berapa persen per tahun rata-rata keuntungan saham Anda?”

Bagaimana kira-kira jawaban atas pertanyaan sederhana tadi?

Untuk kedua pertanyaan di atas, saya mendapat jawaban yang kurang memuaskan. Ada yang bilang laba/rugi investasi tak pernah bisa dihitung. Ada yang menjawab kadang untung 30%, kadang rugi 50%. Lho rugi dong? Tapi bisa juga untung kalau yang 30% nilainya 100 juta sementara 50% cuma 1 juta. Bisa pula rugi sangat besar bila komposisinya terbalik. Saya berusaha mendapat jawaban. Tapi hingga sekarang saya tak pernah dapat jawaban yang meyakinkan. Seandainya ada, saya juga ingin bertanya tentang metodologinya. Tentu kalau metodenya tidak super-rahasia. Seandainya saya mengira ada kelebihan di balik strategi jangka pendek, apalagi kalau banyak yang mengakuinya, tentu saya akan berusaha belajar.

Dalam berbagai buku strategi trading pun saya tak pernah mendapat jawaban memuaskan tentang persentase return jangka panjang para pemain saham jangka pendek tersebut. Berapa target kalau kita ingin mencapai tujuan dengan menggunakan metode-metode jangka pendek itu. Tak pernah. Tak ada penjelasan. Mungkin ada yang bilang seseorang meraih uang sejumlah 1 milyar dalam waktu satu bulan, misalnya. Tapi pertanyaannya, return tahunan berapa? Berapa return 30 tahun mengelola investasinya?

PIkiran lain yang juga mengundang ilusi kita, ada yang bilang kalau sehari bisa untung 1%, 5%, 8% saja, kalau dilakukan tiap hari selama sebulan kan bisa untung 30% atau lebih, sudah bisa mengalahkan Buffett. Atau pernahkah Anda berpikir, seandainya sebulan 5% saja, kalau setahun saya sudah bisa untung jauh lebih banyak dari kinerja Buffett atau Lynch. Keuntungan sehari 5% di saham mungkin, apalagi kalau kondisi pasar sedang bullish. Masalahnya kita tak akan bisa menebak kapan pasar bullish. Lebih-lebih kita tak akan pernah bisa menebak ke mana saham kita bergerak, naik atau turun?

Baik, mohon maaf, mungkin saya yang tidak bisa membuka mata. Apa kenyataanya demikian? Jauh panggang dari api. Mimpi jauh dari kenyataan. Itu hanya ilusi. Belum ada bukti. Kenyataannya hingga saat ini saya belum dapat jawaban memuaskan dari trader atas pertanyaan sederhana tadi. Dalam penelusuran beberapa tokoh trading yang terkenal pun  hasilnya kurang memuaskan:

  • John Bollinger, penemu Bollinger Bands, tidak diketahui berapa rata-rata keuntungan tahunannya. Melalui pencarian intensif pun juga tidak bisa ditemukan berapa keuntungan rata-rata Bollinger atau perusahaannya Bollinger Capital Management.
  • Larry Williams, penemu indikator Williams %R dan Ultimate Oscillator, ia memang pernah menghasilkan jutaan dolar dari modal $10.000 selama setahun trading pada 1987. Tapi hasil kumulatif investasi tahunannya dia tidak bisa kita baca secara terbuka. Memang ada sebuah ulasan strateginya yang disimulasikan bisa menghasilkan return tahunan 12,5%. Tapi ini simulasi.
Bahkan ketika melakukan pencarian "top stock trader" di Google, hasil pencarian yang keluar malah menampilkan para value investor seperti Buffett, Ben Graham, dll. Mereka sih bukan trader, tapi investor. Value investor tidak beraktivitas jual beli saham dalam jangka pendek. Value investor kecenderungannya memegang saham karena bisnisnya lalu dipegang dalam waktu lama, bahkan ada ekstrem tidak pernah menjual sahamnya. Jelas mereka bukan trader.

Jauh berbeda dengan investor berbasis value investor, kinerja historisnya terbuka luas, gamblang, dan mudah dibaca. Kinerja value investor jaman dulu dan era baru semua bisa dibaca di media, Graham 17%, Buffett 22% (sejak awal karirnya) tapi ada yang bilang 27%, Walter Schloss 15,3%, Seth Klarman 20%, dan banyak lainnya. Persentase itu penting karena ketika kita bicara investasi jangka panjang, maka kita bisa menghitung proyeksi dalam puluhan tahun berikutnya, sehingga kita bisa mengatur rencana investasi untuk pensiun atau tabungan jangka panjang lainnya.

Maafkan bila saya menyinggung perasaan Anda. Saya tidak ingin menyerang pribadi. Saya hanya ingin belajar bersama di media ini. Saya ingin menjawab rasa penasaran bersama kita. Saya, sebagaimana Anda, selalu ingin tahu apakah kita berinvestasi sudah di jalur yang benar. Hingga saat ini saya masih berpikiran terbuka dengan berbagai teori dan metode meski saya makin jatuh cinta pada dunia value investing yang dikenalkan oleh Ben Graham dan David Dodd lebih dari 75 tahun lalu.

Kalau ada yang berinvestasi lalu rugi, kenapa kita bisa rugi? Kenapa bisa untung? Bagaimana metodenya sehingga investasi bisa untung terus menerus? Apakah ini benar-benar investasi atau hanya spekulasi? Apakah filosofi investasi kita benar? Itu semua menjadi pertanyaan saya sejak lama. Untuk menjawabnya tentu kita perlu bukti yang jelas, terbuka, terukur, dan bisa bertahan dalam jangka panjang. Syukur-syukur bisa dilaksanakan santai buat orang awam seperti saya.

Menjadi trader kelihatannya menyenangkan, seru, penuh dengan grafik warna-warni dan garis naik turun, dengan nama yang lucu dan keren. Apalagi kalau sudah menghadapi terminal trading, sampai lupa berjam-jam memeloti naik turunnya angka saham. Kemudian ada kisah untung besar dalam jangka waktu pendek. Hebat. Fenomenal. Oke. Namun pada akhirnya kita akhirnya kembali ke kenyataan, kalau untuk pertanyaan sederhana di atas belum ada yang menjawab dengan tegas dan terbuka, saya jadi makin penasaran, siapa yang terjebak dalam golongan 95% itu? Siapa yang masuk 5% itu?


Diterbitkan: 14 Feb 2012Diperbarui: 9 Feb 2022