Jika waktu Anda terbatas, berikut adalah resensi singkat Winning the Loser’s Game, karya Charles D. Ellis ini.

Saya setuju dengan sebuah komentar tokoh atas buku ini: dengan data dan cerita yang menarik, buku ini mengajak pembaca awam dan masyarakat investor umum memahami bahwa investasi adalah sebuah kegiatan yang sulit dimenangkan. Jika “permainan” ini menciptakan banyak pecundang, maka tidak usah melawannya, mengalir, cari permainan yang aman, ikuti perjalanan beberapa investor terkemuka yang sudah sukses dalam jangka panjang.


Setelah lama tidak menyentuh buku-buku investasi baru, akhirnya saya menemukan buku yang cukup layak untuk diangkat menjadi resensi.

Saya masih terus membaca buku-buku investasi. Bahkan beberapa saya ulang. Saya membaca ulang beberapa karya John C. Bogle (Enough, dll), beberapa referensi indeks, dll. Tapi rasanya belum ada yang layak untuk diangkat. Hingga akhirnya saya temukan buku ini.

Charles D. Ellis (Charles) memulai karir investasinya untuk keluarga Rockefeller. Pada 1966 dia bergabung dengan bank investasi Donaldson, Lufkin & Jenrette. Dari pengalamannya, Charles mendirikan Greenwich Associates pada 1972 dan berkarir di sana hingga 30 tahun kemudian menyediakan berbagai layanan investasi.

Di buku ini, Charles punya argumen sederhana: Bisnis manajemen investasi dibangun di atas keyakinan yang sederhana dan mendasar: Manajer investasi profesional dapat mengalahkan pasar. Premis itu tampaknya salah.

Tidak hanya di Amerika Serikat, kami telah menuliskannya di artikel Realita Pasar Modal dan Berinvestasi Secara Logis, di antaranya:

“Dari 462 reksadana saham dan campuran yang ditawarkan di Indonesia, hanya ada 23 reksadana yang bisa mendapat perolehan di atas kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 58,7% untuk periode 10 tahun terakhir (2013-2022). Artinya hanya 4,97% reksadana yang bisa perform di atas IHSG.”

dan

“Di tempat yang sama itulah hanya 1,74% atau 8 (delapan) dari 459 reksadana yang punya performa sejak penerbitan bisa mengungguli kinerja 20 tahunan pasarnya (IHSG).”

Ada banyak argumen yang diajukan Charles di buku itu beserta bukti dan data-datanya. Termasuk statistik di Indonesia di atas.

Warren Buffett sering berkata investasi itu sederhana. Tapi melakukannya tidak mudah. Ben Graham, guru Buffett, pernah bilang, kegiatan investasi membutuhkan tidak hanya kecerdasan dan kepintaran, tapi perlu karakter dan kebijaksanaan agar sukses dalam jangka panjang.

Jika profesional tidak bisa mengalahkan, lalu apa yang bisa dilakukan investor umum? Charles mengutip berbagai teori investasi termasuk dari Ben Graham dan Warren Buffett, satu-satunya cara adalah tidak berusaha mengalahkan permainan yang pasti kalah itu. Permainan yang sudah jelas kalah. Maka, tidak perlu diikuti.

Charles mengajak masyarakat untuk mengikuti rata-rata saja. Apa maksudnya rata-rata? Di pasar modal, ini artinya indeks yang dipakai benchmark itu.

Apa tidak ada cara lain untuk berusaha untung lebih baik? Tentu saja ada. Tapi yang melakukannya hanyalah investor yang punya karakter unggul untuk bertahan di pasar. Mereka ini punya jam terbang tinggi dan track record yang lama. Dan tidak ada jaminan mereka bisa mempertahankan performanya di masa depan.

Lalu bagaimana cara investor awam bisa menumbuhkan dananya dengan segala keterbatasan dan instrumen yang ada? Charles menawarkan beberapa solusi.

Cara pertama, konsentrasilah ke gambaran besar besar yaitu menumbuhkan dana dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang, seperti telah kami ungkap di artikel IHSG Mengalahkan Inflasi! Data Tahun 2022, pasar yang diwakili IHSG selalu punya performa bagus dalam jangka panjang.

Masalahnya, di Indonesia saat ini belum ada produk semacam reksadana indeks yang memuat koleksi saham dengan himpunan lebih luas dari LQ-45 dan mendekati IHSG. Mayoritas reksadana indeks hanya fokus kepada indeks LQ-45 dan IDX30. Padahal performa kedua indeks tersebut selalu kalah dibanding IHSG.

Selama 10 tahun terakhir dari 2013 hingga 2022, saat IHSG memperoleh performa 58,7%, indeks LQ-45 hanya menorehkan performa 27,5%. Dalam berbagai jarak dan waktu, IHSG selalu lebih unggul dibanding LQ-45.

Kenapa IHSG berperilaku seperti itu? Kenapa hal ini penting?

LQ-45 adalah sebuah indeks yang dibentuk berdasarkan opini pembuat indeks dengan menunjuk kriteria tertentu dari likuiditas dan sedikit fundamental. Sementara likuiditas tercipta dari perilaku pasar yang mayoritas adalah profesional manajemen investasi atau lembaga institusi. Sementara itu IHSG adalah indeks murni dari pasar yang lebih luas. Seandainya ada indeks yang lebih luas dari LQ-45, performanya bisa menjauh dari kecenderungan mayoritas. Ini kaidah statistik yang sederhana.

Cara kedua yang diajukan Charles, dan ini detail yang penting, adalah: 1) Fokuslah kepada kepentingan dan tujuan keuangan Anda. 2) Apresiasi terhadap pasar dan risikonya. Pelajari statistik jangka panjang. 3) Disiplin untuk bekerja dan selalu mempercayai kebijakan investasi dasar dari awal hingga akhir. Rendah hati dan bijaklah.

Tentu saja ada cara lain yang bisa dilakukan bagi mereka yang mampu. Sekali lagi bagi yang mampu ya, Charles berkata fokuslah terhadap alokasi antara kelas aset obligasi dan kelas aset saham. Dalam alokasi yang bagus, mayoritas dana masyarakat akan bisa tumbuh dan bisa mengganjal gerusan inflasi dalam jangka panjang.

Cara lainnya seperti index investing, berinvestasi langsung terhadap saham-saham dalam indeks juga bisa dilakukan. Tapi untuk melaksanakan hal ini perlu pemahaman (ilmu) dan alat pendukung yang kuat.

Mohon maaf sedikit pesan sponsor, alasan kami menerbitkan Saham Bolasalju di antaranya adalah untuk mendukung masyarakat dalam mencari jawaban atas cara terakhir itu. Tapi kami tidak berani mengklaim bahwa itu cara yang paling benar. Silakan dibuktikan dari perjalanan kami ke depan.

Seperti diutarakan oleh Charles, cara investasi yang unggul sering dianggap terlalu sederhana. Saya kira banyak orang pada awalnya meremehkan jika melihat potensi yang dikiranya terlalu sederhana pula. Tapi jika mereka fokus dalam horison jangka panjang, dengan berbagai potensi compounding kinerjanya, lalu bandingkan dengan performa berbagai reksadana yang dikelola oleh para profesional, niscaya mereka akan menyesal tidak mengikuti strategi sederhana ini.

Maka benar argumen Charles yang menjadi judul buku ini, cara terbaik menang dalam permainan yang selalu membuat Anda kalah adalah dengan cara tidak ikuti permainan itu.


Catatan: buku yang saya review adalah versi Kindle, “Winning the Loser’s Game”, edisi ke enam, terbitan McGraw-Hill tahun 2013.


Diterbitkan: 19 Mar 2023Diperbarui: 30 Aug 2023