Hari Minggu atau hari libur adalah saat yang tepat untuk membaca koran dan bersantai bersama keluarga. Hari ini istri saya menyebutkan sebuah artikel investasi di koran langganan. Kami sering berdiskusi setiap ada artikel tentang investasi. Bila istri menemukannya, biasanya ia langsung mengatakan pada saya agar membacanya pula. Bila saya yang membaca dulu, saya akan coba meng-update istri tentang artikel tersebut.

Kami biasanya mendiskusikan tema investasi yang coba dibahas penulis artikel, apakah temanya sesuai perspektif investasi yang kami yakini, ataukah temanya melenceng jauh.

Kali ini saya ingin menguji artikel investasi di artikel di koran langganan ini.

Inilah ringkasan diskusi dan juga komentar saya:

Membaca judulnya saja mengingatkan pada tulisan kami sebelumnya, yaitu istilah “bermain saham”. Judul artikel ini juga demikian. Apalagi dihubungkan dengan strategi waktu pembelian saham (timing). Jadilah kami pesimis dengan isi artikel tersebut, padahal penulisnya adalah orang yang cukup terkenal, dan dia menulis beberapa buku investasi.

Artikel ini secara singkat terbagi dalam beberapa sub topik. Topik pertama adalah macam-macam waktu bermain saham. Topik kedua adalah pola/tipe investor, yang dihubungkan dengan model waktu bermain sahamnya. Topik ketiga adalah apakah investor (dengan berbagai tipe itu) bisa mengambil keuntungan.

Pertama masalah waktu, yang katanya ada empat kali: yaitu waktu buka (09:30), waktu sebelum tutup sesi 1 (jam 12:00), waktu buka sesi 2 (jam 13:30), dan waktu sebelum tutup bursa (jam 16:00). Menurut penulis artikel itu, waktu-waktu tersebut adalah jalur transaksi tersibuk di bursa.

Tentang tipe investor, penulis tersebut bilang ada beberapa jenis: yaitu investor jangka pendek dan jangka panjang. Katanya, investor jangka pendek bisa mengambil keuntungan dengan bermain di setiap waktu-waktu sibuk itu. Mereka bisa memanfaatkan peluang harga penutupan dan memasang transaksi esoknya berdasarkan harga penutupan, dengan harapan bisa mengambil keuntungan. Katanya, dengan bertransaksi harian ini, pemain saham bisa mengambil keuntungan untuk sekadar menghidupkan asap dapur. Kalau tipe jangka panjang beda lagi, karena horizon lebih panjang, penulis artikel itu bilang biasanya mereka melihat harga rata-rata tapi bukan harga harian.

Menjawab tipikal investor dan waktu transaksi rasanya sungguh aneh, bukankah kita semua sepakat tidak ada orang yang bisa meramalkan harga saham akan naik atau turun? Siapa yang bisa? Dengan akurasi berapa persen? Saya paham beberapa investor kakap yang mengelola dana trilyunan bisa (merasa) meramal saham, karena pengaruh aksi jual/beli mereka bisa menggoyang suatu saham. Tapi tema pembicaraan kita bukan itu. Secara umum tidak ada yang bisa meramal harga saham. Tanpa dasar yang jelas, metode beli berdasarkan waktu transaksi sungguh terasa spekulatif.

Mari kita uji masalah waktu transaksi dengan data resmi sebuah saham. Saya akan menyebut dua saham yang tiba-tiba saya ingat tanpa melihat statistik mereka sebelum menuliskannya. Perlu ditambahkan saat ini saya tidak mengkoleksi kedua saham tersebut. Kita sebut saja: Unilever (UNVR) dan Kalbe Farma (KLBF). Mari kita coba transaksi pada tanggal acak pada 24 Mei 2011 lalu. Berikut datanya:

24 Mei 2011:

  • UNVR - ditutup pada harga 14.800
  • KLBF ditutup pada harga 3.375
25 Mei 2011:
  • UNVR —> Sesi 1: dibuka 14850, ditutup 14850; Sesi 2: dibuka 148750, ditutup 14800
  • KLBF —> Sesi 1: dibuka 3375, ditutup 3350; Sesi 2: dibuka 3350, ditutup 3375
Dari dua data harian selama 2 hari ini apakah ditemukan pola? Nil. Tidak ada.

Penulis tersebut juga menyebut pola musiman, dengan nama-nama kerennya masing-masing: ada January Effect, December Effect, ada flat sampai Juni, drop hingga September, waktu ideal membeli pada Oktober, menjual pada Desember, dan pada Februari jangan transaksi untuk jangka panjang. Wah, rasanya gampang ya kalo bisa seperti itu? Tapi, setelah dipikir-pikir, teori musim transaksi ini saya rasa tidak masuk akal. Apa ada hubungan musim transaksi dengan keuntungan yang bisa kita capai? Rasanya aneh. Mari kita coba tes lagi dengan dua saham tadi. Inilah statistik mereka secara tahunan dalam tiga tahun terakhir:

[caption id=“attachment_559” align=“alignnone” width=“279” caption=“Klik grafik untuk melihat ukuran asli”][/caption]

a) Merah Desember Effect; b) Hijau Januari Effect; c) Biru adalah periode ideal membeli.

Dari grafik UNVR atau Kalbe Farma tersebut, kita bisa secara gampang menyimpulkan bahwa tidak ada pola bulanan. Tanpa mengurangi rasa hormat pada penulis artikel itu, tulisannya kali ini sungguh tidak masuk akal. Sungguh tidak ada hubungannya harga saham sebelumnya dengan harga saham esoknya. Juga tidak ada pola harga dalam naik-turunnya saham. Tidak ada yang bisa meramalkan naik-turu harga saham kecuali pesimisme atau optimisme Tuan Pasar. Siapa yang bisa meramal naik/turun harga saham itu pasti bermimpi.

Mungkin ada orang yang bisa ambil untung dalam transaksi jangka pendek. Tapi peruntungan itu susah untuk diulang, juga tidak ada landasan teorinya yang teruji. Mirip-mirip lotere. Lalu transaksi harian untuk menghidupkan dapur? Benarkah demikian? Akan susah dipercaya kalau manajer investasi saya hanya berpikir seperti ini. Bagi nasabah, yang penting adalah return tahunan yang konsisten, bukan return harian yang banyak, tapi tahunan tidak jauh dari return obligasi.

Bagi investor yang bernaung di bawah manajer investasi mungkin saja mereka tidak punya keistimewaan akan waktu. Mereka dituntut melakukan transaksi rutin. Kalau tidak ada transaksi, bisa-bisa atasan mereka menegur, ini pekerjaan mereka apa saja. Mereka juga punya batasan dalam sektor perusahaan yang dimasuki, bagi manajer investasi yang berbasis sektor. Mereka juga punya batasan kapital perusahaan yang dimasuki, misal nilai kapital perusahaan harus pada angka batasan tertentu (misal lebih dari 2 Trilyun). Mereka juga punya batasan untuk tidak berinvestasi lebih dari X persen, mengikuti aturan manajer investasi yang diatur Bapepam. Tentu saja saya mengakui ada banyak manajer investasi yang bagus, yang bisa tidak terhambat oleh contoh batasan-batasan tadi. Tapi secara umum memang ada batasan-batasan seperti itu.

Investor pintar selalu meletakkan visi investasinya pada teori “beli pada harga murah, dan jual pada harga yang sepantasnya cukup mahal”. Itu saja cukup. Kita secara mudah bisa memilih saham kalau memang saham tersebut TERASA dihargai terlalu murah oleh Tuan Pasar. Kita juga sebaliknya bisa secara mudah menjualnya kalau harga saham TERASA sudah terlalu mahal dan menunjukkan gejala Tuan Pasar akan menunjukkan pola psikologi pesimis. Bagaimana menilai saham itu murah atau tidak, itu hal lain lagi. Bagaimana menilai Tuan Pasar optimis atau tidak itu masalah lain lagi.

Metode investor pintar cukup sederhana. Kalau sudah yakin dengan suatu saham nilainya masih murah, kita tak perlu ragu lagi membelinya walaupun grafik menunjukkan gejala kenaikan drastis. Kalau masih kita nilai murah, go aja. Kalau setelah pembelian ada gejala jatuh lagi, sungguh beruntung, kita punya kesempatan untuk menambah koleksi lagi. Nanti pas keadaan membaik, potensi keuntungan kita akan jauh lebih banyak. Itu metode sederhana yang menurut saya cukup mudah dipegang oleh investor pintar.

Apakah saya mantap dengan perspektif investasi yang saya yakini ini? Yakin sekali. Apakah benar harga yang saya yakini selalu benar? Tentu saja tidak. Setiap investor pintar tidak pernah pasti dengan penilaian mereka, karena setiap manusia bisa salah dalam penilaian atau asumsi. Maka demi mengurangi risiko akan investasi mereka, tiap investor pintar selalu berani meluangkan waktu, sabar, dan menunggu waktu yang tepat untuk membeli saham-saham pilihan mereka. Waktu adalah keuntungan bagi investor tipikal ini, lebih-lebih bagi investor individual, yang mengelola uangnya sendiri, uang dari hasil kerja kerasnya. Maka beruntunglah investor individual, yang mempunyai kebebasan dan keistimewaan waktu. Apakah investor individual ada peluang mengalahkan investor institusional? Tentu saja bisa. Peluangnya pun sangat besar.

Setiap investor pintar harus selalu waspada kepada setiap artikel investasi, apakah itu di koran, majalah, media internet, radio, blog seperti Bola Salju, juga dari analis. Kita wajib selalu waspada dan menguji fakta, data, rasionalitas dan statistik yang disajikan. Setelah itu baru kita bisa mempunyai kesimpulan yang mantap tentang investasi kita. Sudah pembaca menguji artikel investasi yang dibaca?


Diterbitkan: 29 May 2011Diperbarui: 9 Feb 2022