Mungkin ada yang penasaran, kenapa Bolasalju selama 7 tahun ini seperti tidak pernah membahas analisa teknikal? Saya akan menjelasankannya di sini ini.

Apa sih Analisa Teknikal?

Menurut Wikipedia: “Analisis teknis atau lebih dikenal dengan istilah analisis teknikal adalah suatu teknik analisis yang dikenal dalam dunia keuangan yang digunakan untuk memprediksi trend suatu harga saham dengan cara mempelajari data pasar yang lampau, terutama pergerakan harga dan volume” (Sumber Wikipedia)

Secara sederhana, analisa teknikal adalah metode untuk mencari titik masuk dan/atau titik keluar guna mencari potensi keuntungan berdasarkan tren pergerakan harga dan volume transaksi saham di bursa.

Kesimpulan analisa teknikal datang dari deduksi sejarah transaksi saham dalam suatu periode, misalnya harian, mingguan, bulanan, dst. Analisa teknikal berusaha menebak arah pergerakan harga saham, bisa naik atau turun, dari sejarah harga dan volume transaksi sahamnya, menurut momentum atau tren periode terakhir yang dipantau.

Analisa teknikal tidak melihat struktur keuangan perusahaan, tidak melihat kualitas laba, tidak melihat pertumbuhan jangka panjang, tidak melihat kualitas produk, juga tidak mempelajari integritas manajemen. Analisa teknikal menghindari analisa fundamental macam apa pun.

Apakah Saya Memakai Analisa Teknikal?

Jawabannya, tidak. Tidak pernah sama sekali.

Parahnya, hingga 7 tahun ini, saya belum paham analisa teknikal sama sekali.

Bodoh sekali saya. Puluhan ribu atau ratusan ribu orang lain memahami analisa teknikal, dan saya begini-begini saja.

Suatu ketika ketika di Jakarta, ada kesempatan ngobrol dengan seseorang yang sudah menerbitkan beberapa buku-buku analisa teknikal di pasar. Saya tanya, apa yang dipantau untuk menghasilkan analisa teknikal metode tertentu? Beliau menjelaskan cukup detail. Saya paham teorinya. Tapi saya kemudian abaikan teorinya. Pura-pura lupa, atau saya merasa memang ingin melupakannya. Maafkanlah murid durhaka ini. Tapi, terima kasih sudah memberi penjelasan yang baik pada saya. Akhirnya saya tetap tidak paham teorinya.

Analisa Teknikal Bertentangan dengan Analisa Fundamental

Jadi, kenapa dengan analisa teknikal? Apakah saya anti?

Secara prinsip, saya percaya kita tak boleh anti terhadap ilmu tertentu. Kita harus belajar semuanya.

Sebagai penganut investasi nilai (value investing) kita mempercayai analisa fundamental. Dari analisa fundamental kita akan paham kondisi kekinian perusahaan untuk melihat apakah harga sahamnya sekarang lebih murah dibanding nilai buku perusahaan. Maka, ketika kita melirik teori lain untuk komparasi harga saham itu sebagai penunjang keputusan, hal itu akan membuat pertentangan logika yang fatal. Kita akan pusing sendiri jika menganut dua teori ini.

Investasi nilai berusaha mencari tahu nilai intrinsik sebuah perusahaan, lalu dibandingkan harga sahamnya. Misalnya sebuah perusahaan nilainya Rp100 per sahamnya. Sahamnya dijual senilai Rp50 per saham. Sebagai penganut investasi nilai kita akan berkata sahamnya sekarang sudah murah.

Jika seorang investor nilai (value investor) itu membandingkannya dengan analisa teknikal, bisa jadi ia akan mendapat kesimpulan yang berbeda, bahwa belum saatnya masuk di saat sekarang karena tren atau momentum atau volumenya belum mendukung.

Kalau sudah begitu bagaimana?

Kesimpulan sederhananya adalah: analisa teknikal mengganggu proses berpikir seorang value investor.

Itulah alasan saya untuk mengabaikan analisa teknikal. Apakah ini hanya kesimpulan saya atau orang lain juga banyak berkata sama?

Apa Tidak Mungkin Berkompromi?

Ada beberapa investor lain (di Indonesia atau lewat media sosial di diskusi saham luar negeri) yang bilang mereka mengkombinasikan analisa fundamental untuk mencari saham yang berkualitas, sementara analisa teknikal untuk mencari titik masuk yang katanya agar keuntungan maksimal. Pada intinya, kan, semua berakhir seberapa besar kita untung. Begitu kata mereka.

Secara teori iya. Tapi bagi saya, hal itu tetap bertentangan dalam model proses berpikir kita.

Masalah proses berpikir (thinking process) itu penting. Dengan proses berpikir yang berbeda, saya kira hal ini akan bisa berakhir dengan hasil akhir yang berbeda.

Dalam proses berpikir investasi yang paling awal saja sudah berbeda: jika investor nilai berpikir mencari saham yang murah untuk menjaga batas keamanan agar kita tidak rugi terlalu banyak, sebaliknya penganut analisa teknikal tidak peduli masuk di harga yang sudah terlampau mahal. Dua hal yang sangat bertentangan.

Jika Anda mempercayai penggabungan seperti ini, silakan saja. Saya tak akan melarang. Saya hanya ingin mengungkap pandangan saya.

Pandangan Value Investor Lainnya

Setelah membaca berbagai literatur investasi nilai, saya menemukan kesimpulan yang mirip bahwa banyak dari mereka juga tidak memakai analisa teknikal. Ada sebuah buku yang ada di meja, Value Invesing From Graham to Buffett and Beyond, karya Bruce Greenwald, dkk. Di situ juga berkata demikian. Saya ingat Roger Lowenstein di biografi Warrenn Buffett juga membahas panjang lebar tentang perbedaan ini.

Tapi pandangan saya ini bukan karena ikut-ikut, ya. Dari awal sejak ingin belajar saham, saya tak pernah paham analisa teknikal. Analisa teknikal tidak masuk akal, menurut saya.

Lalu, Sebaiknya Bagaimana?

Dua teori ini sudah bertentangan. Daripada proses berpikir diri sendiri mendapati dua hal yang bertentangan, yang bisa membuat pusing dan stres, maka lebih baik yakini salah satu. Dan, karena saya menganut investasi nilai sejak awal, kesimpulannya sudah jelas, saya abaikan saja analisa teknikal.

Lalu mana yang benar? Saya tak akan jawab mana yang benar atau salah. Tidak ada jawaban benar atau salah, kedua kubu punya posisinya masing-masing. Dari besar jumlah penganutnya, saya kira kubu analisa teknikal akan menang.

Bagi saya, saya percaya hasil akhir dan sejarah jangka panjang. Silakan pelajari statistik kinerja tahunan investor nilai versus statistik kinerja penganut analisa teknikal. Yakini apa yang Anda anut, gitu aja kan? Hidup tak usah dibuat rumit.

Pada akhirnya, saya kira kedua penganut metode yang bertentangan ini saling membutuhkan.

Andai suatu saat penganut analisa teknikal memutuskan saatnya menjual saham tertentu karena ada tren turun. Sementara di sisi lain penganut investasi nilai menganggap harga saham masih murah, maka mereka terus beli saja, bahkan ketika portofolio mereka masih merah membara beberapa bulan atau tahun. Parah ya investor nilai? Sudah tren turun, masih ingin beli terus (selama mereka ada dana).

Sementara itu, di kesempatan lain, anggap saja sebuah saham sudah dijual di harga sangat mahal. Tapi analisa teknikal bilang harga saham itu masih layak karena ada tren naik. Maka penganut analisa teknikal berduyun-duyun beli. Dari situlah penganut investasi nilai yang sudah lama berinvestasi di saham itu sejak harganya masih murah punya kesempatan menjual sahamnya.

Tuhan menciptakan dunia ini dengan adil, kan?


Diterbitkan: 6 Jun 2017Diperbarui: 14 Oct 2023