Ijinkan saya mengaku. Salah seorang yang bisa meyakinkan saya—bahkan mengubah saya menjadi beragama investor progresif—bahwa investasi saham untuk jangka panjang itu masuk akal adalah Benjamin Graham. Mungkin sebabnya adalah saya membaca karya Graham lebih dahulu dibanding profil orang lain, seperti Buffett dan Lynch, bisa jadi seperti itu. Tapi satu hal yang jelas, seperti telah saya ulas, Intelligent Investor meyakinkan saya bahwa kegiatan investasi ini sangat masuk akal, bisa dinalar. Kapan, di mana, dan bagaimana kita bisa untung semua sudah jelas. Ketika semua jelas dijalani, ketika semua masuk akal, tak ada hal yang bisa menghalangi kita—sebab semuanya masuk akal. Bahkan dalam dua tahun menjalani investasi ini, terbukti kita bisa untung jauh lebih memuaskan daripada reksadana saham pada umumnya. Investasi yang masuk akal terbukti positif korelasinya.

Konsep ini berputar-putar terus di benak saya. Saya sering berdiskusi topik ini dengan istri saya di rumah. Rumah kami hampir tiap hari berdiskusi tentang investasi, perusahaan, dan sebagai. Bahkan anak saya yang berumur 6 tahun pun sudah paham tentang hal ini. Ia juga belajar tentang investasi. (Kapan-kapan saya cerita hal ini lebih banyak.) Dalam tulisan ini saya ingin membahas kenapa investasi harus masuk akal dan kenapa ide-ide perdagangan saham yang tak masuk akal—yang sering diulas pakar dan media—adalah hal yang harus dijauhi oleh investor.

Sebelum masuk ke sebuah investasi, semuanya harus bisa dinalar. Semua harus masuk akal. Satu resep dasar bagi landasan saya untuk membuat keputusan berinvestasi adalah sebuah bisnis tempat kami berinvestasi harus masuk akal. Kalau tidak masuk akal atau bila sebuah bisnis mempunyai kesan terlalu canggih, terlalu beruntung, terlalu bagus untuk dimiliki, sering kali saya membuat keputusan mundur dulu, menunggu semuanya larut oleh waktu, baru memikirkan di masa yang tenang, apakah bisnis tersebut masih masuk akal atau tidak? Belakangan memang terbukti, mundur sedikit untuk berpikir lebih lama tidak membuat kita rugi, memang bisa jadi kita tertinggal oleh pasar yang sudah menaikkan harga saham perusahaan, tapi kadangkala kita bisa mendapatkan kembali saham tersebut sementara pemahaman kita lebih menyeluruh dan meyakinkan. Bahkan ketika semua hal sudah masuk akal, kita bisa masuk berinvestasi di harga yang lebih tinggi sedikit pun terbukti tidak mengurangi keuntungan kita. Sebab semua masuk akal. Tak ada ruginya satu pun karena kita bisa yakin bahwa keuntungan bisa diraih dari investasi yang diputuskan secara masuk akal.

Sebelum mengenal investasi yang masuk akal, dunia pasar saham serba tak bisa saya nalar. Kenapa sebuah pengumuman Gubernur Bank Sentral Amerika bisa mengubah pasar saham? Apa benar dengan meramal melalui tarikan garis kita bisa tahu bahwa kita bisa untung atau rugi dari sebuah saham? Saya membatin, bisa jadi semua hal itu  mempengaruhi gejolak pasar, tapi lalu kenapa saya ambil pusing? Saya berinvestasi di sebuah perusahaan—kinerjanya, produknya, manajemennya semua jelas, terukur dan bisa dipelajari. Semua hal tentang bagaimana perusahaan bekerja, perusahaan bisa untung, perusahaan menemukan masalah dan menyelesaikannya, bagaimana perusahaan bisa menghasilkan keuntungan berkelanjutan—semua itu adalah hal-hal yang masuk akal. Sementara itu grafik dan lain-lain sepertinya masuk akal—tapi kenyataannya hal tersebut menipu nalar kita.

Sebelum tahu investasi bisa dinalar, dunia pasar saham selalu mengejutkan saya dengan ahli-ahli sulap yang bisa mendapatkan keuntungan ribuan persen dalam waktu singkat. Hebat, batin saya, ada orang membuat uang sangat banyak dari bekerja berdagang kupon. Lalu, apa masuk akal? Ternyata memang tidak masuk akal. Mereka itu ibarat para pemenang lotere, tidak pernah saya dengar mereka mendapatkan lotere lagi. Atau ada yang sekali-dua menang lotere, tapi apakah lalu membuat mereka orang kaya, bisa hidup tenang dan bahagia? Tidak. Banyak yang saya jumpai stress atau hidup dalam tekanan, serba tidak tenang ceritanya. Hal-hal seperti itu adalah tidak masuk akal. Justru ada orang-orang dengan cara sederhana, seperti murid-murid Graham—sebut saja Buffett, Schloss, dll, yang bisa mendapatkan keuntungan secara terus menerus dan bertahun-tahun. Hidup mereka sederhana. Hidup mereka tenang. Banyak buku membahasnya. Mereka mengulanginya berkali-kali. Dan semuanya bisa dinalar.

Sebelum yakin bahwa investasi bisa dilakukan oleh orang biasa seperti saya—asal mau belajar tentang keuangan dan lebih aktif riset mendalam—ada seorang Peter Lynch, dia adalah Manajer Investasi legendaris di Fidelity yang membukukan rerata keuntungan investasi tahunan 29,2% per tahun selama ia memimpin Magellan Fund dari 1977-1990, dia menulis di buku Learn to Earn, bahwa harapan orang biasa untuk sukses di pasar saham pun lebih banyak dibanding para praktisi pasar saham di Wall Street (kalau di sini di BEI). Dalam sebuah simulasi yang diprakarsai oleh Lynch, beberapa murid SMA bahkan mengalahan kinerja pengelola reksadana di A.S. dengan membukukan keuntungan di atas mereka melalui pilihan saham mereka sendiri. Mungkin kita penasaran bagaimana dan apa perusahaan yang mereka pilih. Perusahaan-perusahaan tersebut ternyata adalah bisnis-bisnis yang masuk akal, bisnis yang produknya atau jasanya sering dinikmati oleh mereka sendiri. Mereka adalah orang biasa seperti saya dan Anda. Mungkin para ahli di bursa—yang menyandang predikat dengan tiga huruf—bisa tersinggung membaca ini, saya mohon maaf, tapi itu kenyataan yang telah diungkap oleh Lynch.

Saya percaya bahwa sesuatu yang masuk akal itu sederhana, menenangkan, dan menguntungkan.


Diterbitkan: 14 Sep 2012Diperbarui: 9 Feb 2022