Insider trading tentu bukan perkara yang baik. Insider trading di sini sudah jelas, yaitu bocornya informasi internal perusahaan ke pihak lain sehingga pihak tersebut bisa memanfaatkan informasinya untuk perdagangan saham dan mendapat keuntungan, baik menjual untuk shorting ketika situasi buruk atau membeli saham untuk mencari peluang baik di situasi yang baik.

Tapi ada perilaku “insider trading” yang baik, sah oleh hukum di negara mana saja, dan ini dicari-cari investor. Peter Lynch menyebut kriteria ini sebagai salah satu indikator sebuah perusahaan yang baik di bukunya One Up in Wall Street. Lynch bilang, bila ada direksi dari sebuah perusahaan yang menambah saham di perusahaannya sendiri melalui pasar saham biasa, itu bisa berarti  pejabat perusahaan tersebut punya kepercayaan di perusahaannya sendiri, artinya itu adalah hal yang sangat positif buat investasi kita.

Kenapa insider trading seperti ini baik? Seperti telah dijelaskan di atas, dengan membeli saham di perusahaannya sendiri, ini adalah indikator yang baik bahwa direksi percaya bahwa dirinya dan manajemen lainnya bisa menumbuhkan perusahaan, sehingga hasil akhirnya adalah dirinya juga mendapat keuntungan dari saham yang dimilikinya, entah dari keuntungan kapital atau dari dividen. Ingat penambahan saham di sini dilakukan oleh direksi sendiri, bukan mendapatkan saham melalui skema bonus, opsi saham, dan aksi korporasi, dan sebagainya. Saya lebih senang lagi kalau ada direksi yang membeli saham secara mencicil dan jumlahnya tidak fenomenal, misalnya hanya dalam kisaran beberapa puluh juta hingga ratusan juta rupiah. Ini bisa diartikan mereka menggunakan dana pribadinya sendiri. Kalau direksi sudah percaya kepada perusahaannya, kenapa kita tidak percaya? Apalagi bila perilaku ini terjadi dalam jangka lama, yaitu direksi rutin menambah sahamnya, bisa kita maknai direksi tersebut memang sangat percaya pada kemampuan perusahaan mencetak uang.

Ada beberapa perbedaan direksi yang mempunyai saham dan tidak mempunyai saham. Direksi yang mempunyai saham di perusahaannya sendiri mempunyai kepentingan bahwa sahamnya harus menguntungkan di masa yang akan datang. Sementara direksi yang tidak mempunyai saham hanya mendapatkan keuntungan dari perusahaan berupa gaji  saja. Dengan menilik dua perbedaan ini saja, seperti yang diajarkan Lynch, kita tahu bahwa direksi yang menaruh kepercayaan di perusahaan—dengan cara menambah kepemilikan sahamnya—adalah contoh sebuah perusahaan yang baik. Kita tidak bilang direksi yang tidak mempunyai saham tidak baik. Bisa jadi mereka belum terpikir untuk investasi saham, mungkin mereka punya investasi di bidang lain—atau lebih nyaman investasi di sektor lain seperti properti, misalnya, atau di usaha lain. Tapi direksi yang mempunyai saham akan punya “kepentingan” lain agar perusahaannya tumbuh. Inilah yang kita cari.

Selain itu, sebagai investor kita juga harus teliti, meski tidak mempunyai saham langsung, ada kalanya direksi perusahaan mempunyai saham di sebuah perusahaan investasi yang menguasai perusahaannya. Jadi, meski tidak terlihat mempunyai saham di perusahaan tersebut, sesungguhnya direksi tersebut menguasai perusahaan. Ini juga indikator yang baik meski saya lebih suka indikasi kepemilikan langsung di perusahaan dan membelinya di pasar saham biasa.

Pertanyaannya bagaimana cara mengetahui kepemilikan saham sebuah perusahaan. Anda bisa mengikutinya di situs www.IDX.co.id, lihat profil perusahaan yang terdaftar, dan ada informasi kepemilikan di sana. Selain itu data kepemilikan saham bulanan juga wajib dilaporkan oleh perusahaan yang terdaftar di bursa, informasi ini bisa dilihat di situs tersebut di bagian Pengumuman.

Dari publikasi di sekuritas melalui papan berita singkat, saya baru baca ada seorang direksi yang menambah saham di perusahaannya kemarin. Hari ini saya sudah mengantongi laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan tersebut untuk melakukan riset cepat.

Selamat berburu saham insider trading!


Diterbitkan: 6 Sep 2012Diperbarui: 4 Aug 2022